Pemerintah berencana mengganti Ujian
Sekolah/Madrasah (US/M) dengan
Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) untuk jenjang Sekolah Dasar (SD).
Sebelumnya, USBN hanya untuk jenjang SMP/SMA/SMK dan sederajat.
Kebijakan yang diusulkan Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP) kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) itu tinggal menunggu revisi Permendikbud Nomor 3 Tahun 2017
tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah dan Penilaian Hasil Belajar
oleh Satuan Pendidikan.
Rencananya, USBN SD ini akan diterapkan
pada ujian akhir tahun ajaran 2017/2018 dengan mengujikan sebanyak 8 mata
pelajaran. Yakni Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, PKN, Seni Budaya dan
Prakarya, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, serta Agama.
Pada US/M tahun ajaran 2016/2017, siswa SD hanya
mengerjakan 3 mata pelajaran, yakni Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA.
"Revisi Permendikbud akan dilakukan
Balitbang Kemendikbud dengan melibatkan BSNP dan Direktorat terkait. Sampai
sekarang rancangan Permendikbud sudah selesai namun belum ditandatangani
Menteri. Jika Permendikbud sudah ditandatangani, maka sosialisasi akan segera
dilakukan. Pola sosialisasi UN dan USBN tahun 2018 berbeda dengan pola tahun
2017," ucap Kepala BSNP Bambang Suryadi saat dihubungi di Jakarta, Senin,
1 Januari 2018.
Ia menjelaskan, pola sosialisasi USBN
dilakukan dengan secara terpusat melalui training of trainers yang melibatkan
masing-masing 5 orang perwakilan. Yaitu dari Dinas Pendidikan Provinsi, Kantor
Wilayah Kementerian Agama, dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan.
Menurut dia, mereka dilatih selama 3 hari
di Jakarta untuk dijadikan narasumber. "Kegiatan TOT telah dilaskanakan
tanggal 10-12 Desember 2017," katanya.
Variasi Soal
Kepala Balitbang Kemendikbud Totok
Suprayitno mengatakan, bentuk soal USBN berupa pilihan ganda dan isian pendek. Menurut dia, Kemendikbud
akan menyisipkan 25 persen soal sebagai penanda standar nasional, sedangkan 75
persen lainnya dibuat oleh Kelompok Kerja Guru (KKG).
Menurut dia, jenis soal isian pendek
dibuat agar siswa dirangsang untuk berpikir lebih ilmiah dan kontekstual.
Siswa tidak mengerjakan soal secara spekulatif seperti pada bentuk soal pilihan
ganda.
”Tapi USBN bukan satu-satunya
assessment. Ini tidak sekadar mencari jawaban yang pendek, tapi mengajarkan
siswa untuk menerangkan, menjelaskan dan berargumentasi. Dalam USBN, bentuk
soalnya harus lebih variatif tidak hanya pilihan ganda," kata Totok.
Jangan bebani siswa SD
Sementara itu Ketua Umum Ikatan Guru
Indonesia Muhammad Ramli menilai penambahan mata pelajaran USBN tidak
selaras dengan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Menurut dia, guru
dan murid akan berpacu mengejar nilai USBN.
"Sehingga upaya penguatan pendidikan
karakter di sekolah dasar yang menjadi pondasi masa depan anak-anak akan
semakin terabaikan," katanya.
Ia menegaskan, siswa SD tidak perlu
dibebani dengan USBN. Siswa SD cukup dikuatkan sisi pembangunan karakternya,
bukan fokus mengejar sisi pengetahuan.
"Ketika USBN justru ditambah maka
akan menjadi beban baru bagi siswa pada sisi penguatan pengetahuan. Sebanyak 25
persen soal dari pusat juga akan menjadi beban sekolah dengan beban dan
kemampuan yang berbeda-beda. Masih banyak SD di negeri ini yang guru hanya
memiliki 2 orang PNS, bahkan masih ada SD yang guru PNS nya hanya seorang
kepala sekolah merangkap guru," katanya.***
Lebih lengkap tentang kebijakan USBN Download disini
Lebih lengkap tentang kebijakan USBN Download disini